Sejarah Satuan Kapal Selam Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan wilayah perairan yang luas yang menghubungkan pulau-pulau tersebut sebagai satu kesatuan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maritim yang paling berpengaruh. Pertahanan nasional yang kuat, yang dicapai dengan memperkuat kemampuan angkatan laut, sangat penting untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dan memastikan stabilitas teritorial laut Indonesia.
 
Sebagai lembaga militer yang bertanggung jawab untuk membela negara, Angkatan Laut Indonesia membutuhkan sumber daya manusia dan sistem senjata untuk meningkatkan fungsi dan untuk mencapai misi. Angkatan Laut Indonesia untuk memiliki lebih dari 140 kapal perang dari berbagai jenis dan kelas, yang terbagi menjadi dua armada dan satu komando lintas laut militer. Armada Timur dan Barat yang terdiri dari beberapa satuan, termasuk satu satuan kapal selam di Armada Timur.
 

Kapal selam Whiskey -class
 
Angkatan Laut Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam mengoperasikan kapal selam. Untuk masa yang cukup panjang pada tahun 1960 dan 1970-an, Indonesia mengoperasikan satuan kapal selam yang paling kuat di kawasan Asia-Pasifik, di luar negara-negara adidaya era Perang Dingin: 12 kapal selam Whiskey -class, dua kapal pengambil torpedo (torpedo retriever), dan satu kapal pemasok logistik kapal selam (submarine tender), semua dibeli dari Uni Soviet. Sebagai perbandingan, saat itu tidak ada negara Asia Tenggara lainnya yang memiliki kekuatan kapal selam berukuran apa pun, dan pada tahun 1967 Royal Australian Navy hanya memiliki enam kapal selam, dari kelas Oberon.


Angkatan Laut Indonesia menerima kapal selam pertama, KRI Tjakra (401), dari Uni Soviet pada tanggal 12 September 1959. Kapal selam pertama ini dipimpin oleh Komandan OP Koesno. Penyerahan kapal selam tersebut merupakan tonggak terbentuknya pasukan kapal selam Indonesia, dan 12 September dijadikan sebagai Hari Satuan Kapal Selam Indonesia untuk memperingati tanggal dimulainya Angkatan Laut Indonesia mengoperasikan mesin perang yang canggih yang memiliki nilai strategis dan efek gentar.

Selama tahun 1960, di masa kejayaan kelas Whiskey, unit-unit di bawah air yang luar biasa digunakan untuk mendapatkan kembali Papua Barat dari kontrol kolonial Belanda. Ada tiga penyebaran kapal selam selama operasi-militer JAYA WIJAYA 1-melawan pasukan Belanda di Papua Barat. KRI Nagabanda (403), KRI Trisula (402), dan KRI Tjandrasa (408) berhasil meluncurkan serangan terhadap pasukan Belanda di daerah Papua Barat; dalam operasi Tjakra II, Tjandrasa berhasil menyusup wilayah musuh untuk mendaratkan sekelompok pasukan khusus Indonesia di pulau tersebut. Untuk keberhasilan operasi itu, Pemerintah Indonesia memberikan Tjandrasa dan awaknya dengan medali bergengsi "Bintang Sakti". Hingga hari ini, Tjandrasa adalah satu-satunya kapal angkatan laut telah diberikan medali itu. Pada bulan April 1963, dalam operasi VISHNU MUKTI, KRI Nagarangsang (404), KRI Tjundamani (411), dan KRI Alugoro (406) kembali melakukan 'unjuk kekuatan' di perairan Papua Barat.

Berkat 12 kapal selam itu, Angkatan Laut Indonesia pada saat itu dianggap sebagai salah satu dari angkatan laut paling kuat di Asia-Pasifik-menjadikan Indonesia sebagai kekuatan regional dan menjadi sumber kebanggaan dan kepercayaan diri rakyatnya.
 

KRI Nanggala (402) saat latihan dengan
USS Oklahoma City (SSN 723)
 
Hubungan yang menyurut antara Republik Indonesia dan Uni Soviet pada tahun 1965, akibat dari tindakan pemerintah Indonesia terhadap pemberontakan Partai Komunis Indonesia, menyebabkan krisis suku cadang di Angkatan Laut, yang mempengaruhi operasi kapal selam. Untuk menjaga kekuatan operasional, Angkatan Laut Indonesia menonaktifkan beberapa kapal selam dan menggunakan komponen mereka untuk memperbaiki kapal yang tersisa. Sejak itu, jumlah kapal selam Angkatan Laut terus menurun. Sisanya kapal selam kelas Whiskey lalu, KRI Pasopati (410), telah dinonaktifkan pada tanggal 25 Januari 1990 dan sekarang berfungsi sebagai museum kapal selam di pusat kota Surabaya.

Pada tahun 1978, sebelum Pasopati, dipensiunkan Indonesia memperoleh dua kapal selam Type 209/1300 dari Jerman Barat -KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402)- untuk menjaga keamanan wilayah perairan Indonesia. Kedua kapal selam Jerman telah dirombak beberapa kali di Jerman, Korea Selatan, dan Indonesia.

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah luas untuk diawasi, Indonesia memerlukan sejumlah besar kapal angkatan laut, termasuk kapal selam, untuk menjaga keamanan nasional dan kedaulatan di dalam dan sekitar perairan. Setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, Angkatan Laut Indonesia telah merencanakan untuk secara bertahap meningkatkan ukuran kekuatan kapal selam di tahun-tahun mendatang. Untuk memulai, telah memesan tiga kapal selam Type 209/1500 dari Korea Selatan. Angkatan Laut berharap untuk dapat mengembalikan kejayaan angkatan laut, termasuk satuan kapal selam.

Oleh Laksamana. Agung Pramono, SH, M. Hum
Angkatan Laut Indonesia

Sumber: Undersea Warfare Magazine 

KEMBALI KE HALAMAN UTAMA 



Kunjungi TOKO FARSA di TOKOPEDIA

Kunjungi TOKO FARSA di BUKALAPAK

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar