Indonesia Meluncurkan Program Pengembangan Pesawat Komuter

Dengan populasi yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menghadapi tantangan infrastruktur yang mahal untuk menjaga agar semua wilayah saling terhubung. Maskapai penerbangan bertarif rendah telah berkembang dengan cepat, menghubungkan kota-kota besar dan sedang, tapi tidak banyak menjangkau permukiman yang lebih kecil, sehingga Indonesia beralih ke industri penerbangan dalam negeri untuk mengatasinya.
 
Sejak 2010, BUMN PT Dirgantara Indonesia, juga dikenal sebagai Indonesian Aerospace (IAe), telah bekerja membangun sebuah pesawat komuter yang diharapkan dapat dijual ke berbagai perusahaan penerbangan kecil dan layanan pesawat carter dalam negeri, dengan bermodalkan pengetahuan yang diperoleh saat mengembangkan pesawat regional yang ambisius N250 pada 1990-an dulu.
 
N219 yang berbobot 7.000 kg (15.430 lb-.), merupakan pesawat turboprop 19 kursi yang memiliki konfigurasi serupa dengan Viking Twin Otter. Studi pasar untuk pesawat ini telah dimulai pada tahun 2006, dan sekarang program PT DI ini telah berjalan lebih lanjut dengan melakukan proses desain rinci dalam persiapan untuk penerbangan pertama di 2019. Pembangunan ini diperkirakan memakan biaya sekitar $ 80.000.000 dan akan didanai oleh pemerintah Indonesia.
 


N219 memiliki tata letak dasar yang sama dengan Twin Otter, namun dengan kapasitas muatan yang lebih besar dan kabin lebih besar. (Credit: Dirgantara Indonesia)
"Kami ingin menghasilkan sebuah pesawat dengan kinerja yang lebih baik dan lebih nyaman daripada Twin Otter," kata N219 Program Manager Budi Sampurno di Singapore Airshow bulan ini. "Untuk pertamanya, kami melihat ini sebagai pesawat komersial, tapi jelas ada peluang juga untuk kemampuan multi-misi." PT DI (IAe) berencana untuk menerbangkan prototipe pertama pada tahun 2015 dan mendapatkan sertifikasi dari otoritas Indonesia pada tahun 2016. Proses Sertifikasi Internasional akan ditempuh kemudian.
 
The N219 tengah memasuki pasar yang ketat yang diisi oleh banyak program produsen pesawat yang baru dibangkitkan. Viking telah memproduksi ulang Twin Otter, mereka menawarkan pesawat itu untuk operator komersial dan militer; RUAG memperbaharui Dornier 228; PZL-Mielec terus menghasilkan M28 Skytruck; China Harbin menawarkan versi perbaikan dari pesawat regional Y12  (Y12F); dan Let Aircraft Industries di Republik Ceko terus memasarkan L410 nya.
 
Tapi PT DI menggarisbawahi bahwa N219 didasarkan pada desain modern yang benar-benar baru, sedangkan banyak kompetitor memiliki akar desain di tahun 1960-an dan 70-an. PT DI berhasrat untuk memperbaiki kinerja Twin Otter dengan meningkatkan tinggi dan lebar kabin penumpang, yang memungkinkan tiga tempat duduk dengan sejajar dengan pitch 32-in. N219 akan memiliki kapasitas muatan 5.000-lb. (bandingkan dengan Twin Otter yang kapasitasnya £ 4.280), mesin turboprop Pratt & Whitney Canada PT6A-42 dan perangkat avionik Garmin 950.
 
Perusahaan ini sedang membangun hanggar baru dan fasilitas produksi untuk N219 di pabrik Bandung dengan rencana kapasitas cukup untuk membangun 12 pesawat unit per tahun, dan tahun berikutnya bertambah menjadi 24 unit per tahun. Program ini mulai menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan di Indonesia. Maskapai penerbangan berbiaya rendah, Lior Air, memesan 50 pesawat, dengan kemungkinan tambahan 50 unit lagi untuk menyediakan layanan pengumpan ke seluruh negeri, sementara Nusantara Buana Air (NBA), sebuah maskapai regional kecil beroperasi dari Banda Aceh di bagian barat Indonesia, telah menandatangani MoU untuk 20 pesawat, dengan kemungkinan penambahan 10 unit pesawat. 
Untuk pengembanagn N219 ini, PT DI akan menggunakan pengalaman saat mengembangkan pesawat turboprop N250 berkapasitas50 kursi pada 1990-an. Dua prototipe N250 yang diproduksi telah menyelesaikan lebih dari 800 jam terbang sebelum akhirnya program itu dihentikan karena krisis ekonomi Asia pada tahun 1997.
 
PT DI (IAe) mempertahankan hubungan dekat dengan Airbus Defence and Space melalui kerjasama pesawat angkut ringan C212, yang sekarang diproduksi hanya di Bandung sebagai NC212i. Perusahaan ini juga memasarkan versi modern dari transportasi menengah C235 yang dikembangkan bersama dengan Spanyol CASA selama tahun 1980-an. Versi terbaru, CN235-220, dilengkapi fitur winglet yang menurut insinyur PT DI dapat meningkatkan kinerja lepas landas pesawat. Winglets serupa dimiliki Airbus C295W yang menurut PT DI memberikan kinerja yang tinggi.
 
Ikatan hubungan Eropa di Indonesia diperkuat lebih lanjut di Singapore Airshow dengan ditandatanganinya nota kesepahaman yang mencakup pemeliharaan, perbaikan dan overhaul untuk berbagai produk dari Eurocopter Group (sebelumnya Eurocopter) yang dioperasikan di dalam negeri, seperti AS365 Dauphin, EC725 dan AS350 / AS555 Fennec helikopter milik pemerintah Indonesia.

Sumber: ATO.ru dan Aviation Week

KEMBALI KE HALAMAN UTAMA 



Kunjungi TOKO FARSA di TOKOPEDIA

Kunjungi TOKO FARSA di BUKALAPAK
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar